WNA Beli Properti di Indonesia: Panduan Terbaru Aturan Hak Pakai vs. Hak Guna Bangunan (HGB)

  • 5 min read
  • Oct 22, 2025

Daya tarik Indonesia, mulai dari lanskap tropis Bali hingga dinamika urban Jakarta, telah lama memikat warga negara asing (WNA). Baik untuk tujuan pensiun, bisnis, atau investasi, pertanyaan yang paling sering muncul adalah: “Bisakah WNA beli properti di Indonesia?”

Jawabannya adalah “ya, dengan syarat.” Namun, kerumitan hukum pertanahan di Indonesia seringkali menjadi penghalang terbesar. Banyak investor pemula, baik WNA maupun WNI yang ingin bermitra dengan mereka, bingung membedakan berbagai status hak.

Ini adalah panduan terbaru Anda untuk memahami aturan main, berfokus pada perdebatan paling umum: Hak Pakai vs. Hak Guna Bangunan (HGB). Memahami perbedaan ini adalah langkah pertama untuk mengamankan investasi properti Anda secara legal dan aman.

 

Mitos vs. Fakta: Bisakah WNA Membeli Properti di Indonesia?

 

Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita luruskan satu hal mendasar yang sering disalahpahami oleh pemula di dunia properti.

 

Meluruskan Asumsi Dasar: Prinsip Hukum Agraria Indonesia

 

Hukum Agraria Indonesia (UUPA 1960) menganut prinsip bahwa hanya Warga Negara Indonesia (WNI) yang dapat memiliki hubungan hukum penuh atas tanah. Inilah yang melahirkan Hak Milik (SHM), status kepemilikan tertinggi dan terkuat, yang secara eksklusif diperuntukkan bagi WNI.

Jadi, jika pertanyaannya adalah “Bisakah WNA memiliki properti dengan status Hak Milik?”, jawabannya tegas: Tidak.

 

 

Meskipun WNA tidak bisa memiliki Hak Milik, pemerintah Indonesia menyadari perlunya stimulus investasi dan akomodasi bagi WNA yang berkegiatan legal di Indonesia.

Oleh karena itu, negara memberikan hak-hak sekunder di atas tanah negara atau tanah Hak Milik yang memungkinkan WNA untuk “menguasai” properti secara legal untuk jangka waktu tertentu. Dua hak yang paling relevan dalam konteks ini adalah Hak Pakai (HP) dan Hak Guna Bangunan (HGB).

 

Tiga Status Hak Tanah Utama di Indonesia (Yang Perlu Diketahui Investor Pemula)

 

Untuk mengerti mengenai properti dan investasi properti di Indonesia, Anda harus bisa membedakan tiga sertifikat utama ini:

  1. Hak Milik (SHM): Hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hanya untuk WNI.
  2. Hak Guna Bangunan (HGB): Hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri (bisa tanah negara atau tanah Hak Milik). Jangka waktunya terbatas.
  3. Hak Pakai (HP): Hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang langsung dikuasai oleh negara atau tanah milik orang lain. Jangka waktunya juga terbatas.

Bagi WNA, fokus utama ada pada nomor 2 dan 3. Namun, cara mendapatkannya sangat berbeda.

Fokus Utama: Hak Pakai (HP) sebagai Jalur Resmi WNA Individu

 

Bagi WNA individu yang ingin membeli properti residensial (rumah tapak atau apartemen) untuk ditinggali, Hak Pakai adalah jalur legal yang paling utama dan paling aman.

 

Apa Sebenarnya Hak Pakai untuk WNA?

 

Hak Pakai memberikan WNA hak legal untuk menggunakan properti (baik tanah maupun bangunan di atasnya) untuk keperluan pribadi atau hunian. Sertifikat ini akan terdaftar secara resmi atas nama WNA tersebut di Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Ini adalah hak yang kuat, dapat dialihkan (dijual kembali ke WNI atau WNA lain yang memenuhi syarat), dan dapat dijadikan jaminan utang (hipotek).

 

Syarat Terbaru WNA Mendapatkan Hak Pakai (Paspor & VISA/KITAS)

 

Pemerintah telah menyederhanakan aturan. Berdasarkan regulasi terbaru (turunan dari UU Cipta Kerja, seperti PP No. 18/2021), WNA tidak lagi diwajibkan memiliki izin tinggal tetap (KITAP) untuk membeli.

Syarat utama bagi WNA untuk mendapatkan Hak Pakai adalah:

  • Memiliki dokumen keimigrasian yang sah, seperti Paspor, VISA, atau Izin Tinggal (baik sementara/KITAS maupun tetap/KITAP).

Ini adalah terobosan besar yang membuka pasar properti Indonesia bagi lebih banyak WNA.

 

Jangka Waktu Hak Pakai: Total Bisa Mencapai 80 Tahun

 

Ini adalah pembaruan penting lainnya. Dulu, jangka waktu yang pendek membuat WNA ragu. Aturan terbaru menetapkan:

  • Pemberian Awal: Maksimal 30 tahun.
  • Perpanjangan: Maksimal 20 tahun.
  • Pembaruan: Maksimal 30 tahun.

Secara total, seorang WNA dapat menguasai properti dengan Hak Pakai hingga 80 tahun, sebuah jangka waktu yang sangat aman untuk investasi hunian jangka panjang.

 

Jenis Properti Apa yang Boleh Dibeli dengan Hak Pakai?

 

WNA tidak bisa membeli properti sembarangan. Objek yang bisa dibeli dengan Hak Pakai adalah:

  1. Rumah Tapak (Landed House): Hanya untuk rumah di atas tanah dengan status Hak Pakai (atas tanah Negara) atau di atas Hak Milik (dengan pelepasan hak dari pemilik WNI).
  2. Satuan Rumah Susun (Apartemen): Hanya untuk unit apartemen yang dibangun di atas tanah dengan status Hak Pakai atau HGB.

 

Penting: Batasan Harga Minimum Properti untuk WNA

 

Untuk melindungi pasar perumahan bagi masyarakat lokal, pemerintah menetapkan batasan harga minimum properti yang boleh dibeli WNA. Batasan ini berbeda-beda di setiap provinsi.

Sebagai contoh, harga minimum untuk rumah tapak di DKI Jakarta bisa berbeda signifikan dengan di Bali atau Jawa Barat. Penting untuk mengecek aturan terbaru di lokasi properti yang Anda incar.

 

 

Membedah Hak Guna Bangunan (HGB): Apakah Ini Opsi untuk WNA?

 

Di sinilah letak kebingungan terbesar. Banyak yang bertanya, “bisakah WNA memiliki HGB?” Jawabannya lebih rumit: WNA individu tidak bisa, tapi kepentingan asing bisa.

 

Aturan Dasar: Siapa Subjek Pemegang HGB?

 

Menurut UUPA dan PP No. 18/2021, subjek yang dapat memegang Hak Guna Bangunan adalah:

  1. Warga Negara Indonesia (WNI).
  2. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Perhatikan poin nomor 2. Kuncinya adalah “Badan Hukum Indonesia”.

 

Jalur PT PMA: Cara WNA “Menguasai” HGB Secara Tidak Langsung

 

Bagaimana kepentingan asing masuk? Yaitu dengan mendirikan badan hukum Indonesia yang disebut PT Penanaman Modal Asing (PT PMA).

PT PMA adalah perusahaan yang didirikan di Indonesia namun modalnya (sebagian atau seluruhnya) dimiliki oleh pihak asing. Karena PT PMA adalah badan hukum Indonesia, maka PT PMA tersebut berhak memiliki HGB atas nama perusahaan.

 

Perbedaan HGB untuk Badan Hukum vs. HGB untuk WNI

 

Meskipun sama-sama HGB, ada sedikit perbedaan. Jangka waktu HGB untuk PT PMA (mirip dengan Hak Pakai) bisa mencapai 80 tahun (30 tahun awal, perpanjangan 20 tahun, pembaruan 30 tahun), terutama jika terkait dengan izin usaha.

 

Mengapa HGB Bukan Pilihan untuk Hunian Pribadi WNA Individu

 

Jalur HGB melalui PT PMA ini bukan untuk WNA individu yang ingin membeli satu rumah untuk ditinggali. Alasannya:

  • Tujuan: HGB via PT PMA ditujukan untuk kegiatan bisnis atau investasi skala besar (misal: membangun pabrik, hotel, kompleks villa untuk disewakan).
  • Kompleksitas: Proses pendirian PT PMA rumit, memakan waktu, dan membutuhkan modal disetor minimum yang besar (saat ini di atas Rp 10 Miliar).
  • Kepemilikan: Properti tersebut akan menjadi aset perusahaan (PT PMA), bukan aset pribadi WNA tersebut.

 

Perbandingan Langsung: Hak Pakai vs. Hak Guna Bangunan (HGB) untuk Kepentingan Asing

 

Untuk investor pemula, tabel perbandingan ini memperjelas perbedaan utama:

Fitur Hak Pakai (HP) Hak Guna Bangunan (HGB)
Subjek Pemegang WNA Individu (perorangan) Badan Hukum Indonesia (termasuk PT PMA)
Tujuan Utama Hunian/Tempat Tinggal Pribadi Komersial/Investasi Bisnis (kantor, pabrik, hotel)
Syarat Utama Paspor, VISA, atau KITAS/KITAP Pendirian PT PMA, Izin Investasi (BKPM), Modal Besar
Kompleksitas Relatif Sederhana (dilakukan via Notaris/PPAT) Sangat Kompleks (membutuhkan konsultan hukum & bisnis)
Kepemilikan Aset atas nama pribadi WNA Aset atas nama perusahaan (PT PMA)
Jangka Waktu Total s/d 80 tahun Total s/d 80 tahun (terkait izin usaha)

 

Peringatan Keras: Metode “Abu-Abu” yang Wajib Dihindari WNA

 

Karena kerumitan ini, banyak WNA di masa lalu tergoda menggunakan cara ilegal yang sangat berisiko. Sebagai investor pemula, hindari ini dengan cara apa pun:

  1. Bahaya Fatal Menggunakan “Nominee” (Atas Nama WNI)

    Ini adalah praktik di mana WNA memberikan uang kepada WNI lokal (pacar, teman, karyawan) untuk membeli properti atas nama WNI tersebut, dengan “perjanjian di bawah tangan”. Ini ILEGAL dan sangat berbahaya. WNA tidak memiliki kekuatan hukum sama sekali. Nominee tersebut dapat menjual, menggadaikan, atau mewariskan properti itu kapan saja tanpa persetujuan WNA.

  2. Risiko Perkawinan Campuran Tanpa Perjanjian Pisah Harta

    Jika seorang WNI menikah dengan WNA dan tidak memiliki perjanjian pisah harta (Prennup/Postnup), maka akan terjadi percampuran harta. Akibatnya, WNI tersebut kehilangan haknya untuk memiliki properti dengan status Hak Milik (SHM).

 

 

Jadi, jelas sudah peta jalannya. WNA beli properti di Indonesia adalah hal yang sangat mungkin dilakukan secara legal.

  • Jika Anda adalah WNA individu yang mencari hunian pribadi (rumah atau apartemen), jalur legal, aman, dan resmi untuk Anda adalah Hak Pakai (HP).
  • Jika Anda adalah investor asing yang ingin menjalankan bisnis properti (membangun hotel, kompleks villa, dll), jalur legalnya adalah mendirikan PT PMA dan menggunakan Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama perusahaan.

Memahami perbedaan antara Hak Pakai vs. Hak Guna Bangunan (HGB) adalah fondasi utama. Jangan pernah mengambil risiko dengan metode “nominee” yang dapat menghanguskan seluruh investasi Anda. Selalu gunakan notaris tepercaya dan konsultan hukum properti untuk memandu setiap transaksi Anda.***